SinarNTB.Com - Indonesia merupakan tanah nan subur, segala jenis tumbuhan dan binatang berada dan kekayaan alam yang melimpah ruah. Menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara yang dikelilingi oleh pelbagai kekayaan alam.
Dalam perkembangannya, bangsa Indonesia, pada abad ke 18-20, jeritan dan tangisan rakyat meramaikan ruang-ruang bangsa ini. Penindasan, penghakiman, pemaksaan serta teror dari bangsa sekutu terus berkembang. Belum lagi ancaman dari dalam negara sendiri dengan munculnya gerakan simpatisan para pemberontak atas nama rakyat Indonesia sehingga terjadinya pembantaian atas rakyat sendiri.
Disisi lain, kekuatan umat Islam, para alim ulama dan rakyat kecil dengan semangat perjuangan memerdekakan bumi pertiwi ini terus berkobar. Dengan semboyan "Takbir dan Merdeka,". Hingga tahun 1940-an, detik-detik persiapan atas kelahiran sebuah bangsa mulai tercium.
Kelompok simpatisan yang tergabung dalam sebuah gerakan pembaharuan, mulai mempersiapkan strategi untuk membebaskan diri dari para penjajah. Seakan tidak mau kalah, rakyat pun ikut serta dalam mempersiapkan diri dengan jiwa dan semangat patriotisme yang tinggi. Menggantungkan pengharapan yang selama ini diidam-idamkan yakni "Pembebasan/Merdeka".
Selain itu, yang tercatat dalam lembaran sejarah, sekitar pada pagi hari, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Mohammad Tabrani, dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10.00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Sang Saka Merah Putih dikibarkan dengan penuh tangisan haru dan bangga atas kemenangan yang telah diraih.
Saat itu, Ir. Soekarno didampingi oleh Muhammad Hatta dengan semangatnya menyampaikan kemerdekaan dihadapan rakyat Indonesia. Dengan bait-bait "Proklamasi":
PROKLAMASI
"Kami bangsa Indonesia, dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja,".
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05 Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno/Hatta.
Dalam perjalanannya, tiga tahun setelah kemerdekaan tepatnya pada 1948-1960-an Indonesia yang baru seumuran jagung kembali dihantui oleh Agresi Militer Ke II yang dikenal dengan gerakan kelompok Partai Komunis Indonesia (PKI) di bawah komando Muso dan dilanjutkan dengan D.N Aedit. Segala pengharapan besar yang muncul di dalam benak seluruh rakyat Indonesia seketika hancur berantakan akibat ancaman terjadi didalam negeri sendiri.
Kemunculan gerakan perlawanan bersenjata tersebut merenggut ratusan nyawa para rakyat, ulama, kiyai, santri, enam jenderal dan satu perwira gugur di medan pertempuran karena penghianatan atas nama bangsa. Selain itu, pada awal Januari, 1950 pemerintah RI dengan disaksikan puluhan ribu masyarakat yang datang dari berbagai daerah seperti Magetan, Madiun, Ngawi, Ponorogo dan Trenggalek, melakukan Pembongkaran 7 (Tujuh) Sumur Neraka PKI dan mengidentifikasi Para Korban.
Di Sumur Neraka Soco Satu (I) ditemukan 108 kerangka mayat yang 68 dikenali dan 40 tidak dikenali sedang di Sumur Neraka Soco Dua (II) ditemukan 21 Kerangka Mayat semuanya berhasil diidentifikasi. Para korban tersebut, berasal dari berbagai kalangan ulama dan umara serta Tokoh Masyarakat.
Sementara itu, pada tragedi tanggal 30 September, 1965 malam terjadi Gerakan G30S/PKI atau disebut GESTAPU (Gerakan September Tiga Puluh) : PKI Menculik dan Membunuh 6 (enam) Jenderal Senior TNI AD di Jakarta dan membuang mayatnya ke dalam sumur di Lubang Buaya Halim, mereka adalah : Jenderal Ahmad Yani, Letjen R.Suprapto, Letjen MT.Haryono, Letjen S.Parman, Mayjen Panjaitan dan Mayjen Sutoyo Siswomiharjo.
PKI juga menculik dan membunuh Kapten Pierre Tendean karena mereka mengira Jenderal Abdul Haris Nasution. PKI pun membunuh AIP KS Tubun seorang Ajun Inspektur Polisi yang sedang bertugas menjaga Rumah Kediaman Wakil PM Dr.J.Leimena yang bersebelahan dengan rumah Jenderal AH. Nasution.
Gerakan tersebut, berlanjut, PKI juga menembak Putri Bungsu Jenderal AH. Nasution yang baru berusia lima tahun, Ade Irma Suryani Nasution, yang berusaha menjadi perisai ayahandanya dari tembakan PKI. Kemudian ia terkena luka tembak dan akhirnya wafat pada 6 Oktober 1965.
Ketika itu, G30S/PKI dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung yang membentuk tiga kelompok gugus tugas penculikan, yaitu : Pasukan Pasopati dipimpin oleh Lettu Dul Arief, dan Pasukan Pringgondani dipimpin oleh Mayor Udara Sujono, serta Pasukan Bima Sakti yang dipimpin oleh Kapten Suradi.
Selain Letkol Untung dan kawan-kawan, PKI didukung oleh sejumlah Perwira ABRI (TNI/Polri) dari berbagai angkatan, antara lain : Angkatan Darat : Mayjen TNI Pranoto Reksosamudro, Brigjen TNI Soepardjo dan Kolonel Infantri A. Latief. Angkatan Laut : Mayor KKO Pramuko Sudarno, Letkol Laut Ranu Sunardi dan Komodor Laut Soenardi. Angkatan Udara : Men/Pangau Laksda Udara Omar Dhani, Letkol Udara Heru Atmodjo dan Mayor Udara Sujono. Sementara itu, di lembaga Kepolisian : Brigjen Pol. Soetarto, Kombes Pol. Imam Supoyo dan AKBP Anwas Tanuamidjaja.
Catatan sejarah singkat di atas, tentu dapat kita tarik benang merahnya bahwa kemerdekaan yang diraih hanyalah selogan saja, sejatinya Indonesia belum merdeka secara tuntas. Polemik tersebut dapat kita lihat dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini, carut-marutnya berbagai kebijakan yang dibuat oleh para penguasa menimbulkan gejolak serta dampak pada nasib rakyat kedepannya.
Karenanya, tatangan terbesar bagsa ini adalah melawan penjajahan di atas bangsa sendiri. Ir. Soekarno pernah berkata dalam catatan harianya, "Perjuangan ku, lebih mudah karena melawan penjajah. Perjuangan mu, akan lebih sulit karena melawan bangsa mu sendiri." Sangat jelas sekali bahwa ditengah-tengah momentum hari kemerdekaan ini yang seharusnya bangsa Indonesia menyatakan kebebasan diri atas segala bentuk keterpurukan yang sedang melanda kehidupan rakyat banyak, justru semakin meningkat penjajahan atas bangsanya sendiri.
Sebagai contoh misalnya, penjajahan secara ekonomi, politik, hukum, pendidikan, sosial, budaya, kesehatan, dan kesenjangan sosial (Hak Asasi Manusia). Setalah membaca kajian singkat ini, saya mengajak seluruh rakyat Indonesia siapapun anda dan dari manapun asal suku anda, mari kita teriakkan merdeka secara adil dan hapus segala bentuk kekuasaan yang menindas nasib rakyat demi terwujudnya cita-cita bangsa yang besar ini yakni "Keadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia,".
Penulis : Ridwan Al-Dompuwi
Editor : Ahmadiansyah