Swasembada pangan yang menjadi bagian dari program prioritas Prabowo-Gibran, tidak hanya sekedar dipahami sebagai pemenuhan kebutuhan dan peningkatan produksi pangan, tetapi tugas pemerintah harus bisa memastikan fluktuasi harga pangan (Jagung) berpihak dan menguntungkan masyarakat tani.
Dalam konteks pencapaian tujuan program prioritas Swasembada Pangan tidak cukup bagi pemerintah apalagi menjadi ukuran ketika hadir dilokasi panen kemudian mendokumentasikan aktivitas petani lalu menfreming media dengan narasi seolah berpihak dan peduli pada kesejahteraan petani, sementara fakta objektif petani masih mengeluhkan soal harga.
Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan sejumlah 8 Kabupaten dan 2 Kota hari-hari ini masyarakat tani masih di hantui oleh fluktuasi harga jagung. Pemerintah melalui keputusan Kepala Badan Pangan Nasional menetapkan HPP ditingkat petani sebesar 5.500 per kilogram. Penetapan Kebijakan HPP ini menjadi landasan bagi perusahaan atau Bulog yang berperan sebagai Offtaker dalam rangka menyerap hasil panen petani jagung di sejumlah daerah-daerah di Indonesia supaya Sami'na wa atho'na atas kebijakan pemerintah sebagai upaya pemerintah dalam memperkuat dan mendukung percepatan program prioritas Swasembada Pangan.
Kebijakan soal HPP ini bukan hanya di era pemerintahan Prabowo-Gibran, tetapi pemerintah sebelumnya juga pernah mengeluarkan kebijakan yang sama soal nasib petani jagung. Ironisnya, tak pernah berlaku dan dirasakan langsung ditingkat petani, Implementasi kebijakan HPP 5.500 per kilogram masih jauh dari harapan, pada fakta lapangan hasil panen petani justru diserap dengan harga yang menyedihkan yaitu 4.200 per kilogram.
Lalu apa langkah Gubernur NTB ?
Di kepemimpinan baru ini kembali menunjukan watak aslinya, pola-pola lama masih berlaku dipraktikkan. Ditengah kekhawatiran petani tentang anjloknya harga jagung, Gubernur NTB tak pernah melirik dan memikirkan sedikitpun solusi untuk petani jagung. Sejumlah perusahaan dan Bulog NTB tak pernah dikawal dan digerakkan untuk menyerap hasil panen jagung petani sesuai HPP nomor 18 tahun 2025, seolah Ndak terjadi apa-apa tentang nasib petani jagung di NTB.
Kita semua tau, selain wilayah geografis NTB juga merupakan salah satu dari wilayah penghasil jagung terbesar di Mata Nasional. Data terakhir tahun 2024 produksi jagung di NTB sebesar 1,15 juta ton sewalaupun mengalami penurunan beberapa porsen dari tahun 2023. Dari sisi ini Gubernur NTB harus di mengakui dan mengapresiasi petani jagung di NTB dalam bentuk langkah-langkah yang konkrit dalam hal ini harga jagung mesti bisa dirasakan langsung manfaatnya dilapangan oleh petani berdasarkan kebijakan Pemerintah Nasional.
Red